MAFIA BIKIN KAYA kadang BIKIN SENGSARA

Senin, 30 Mei 2011

KISAH

KISAH LUQMAN AL-HAKIM
Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, 'Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu."

                        Sebaik  mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksakan himar itu." Oleh kerana tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan telatah mereka, katanya, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah s.w.t. sahaja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."

                        Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."
Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, lalu anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, 'Lihat itu orang tua yang tidak punya perasaan, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di passar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya  menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu." Dan tak punya etika.

                        Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas  bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar,  sungguh mereka menyiksakan himar itu." Oleh kerana tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai."
Lalu Luqman bersama anaknya memikul himar itu, Qaum. Berkomentar, sudah gila. Mereka itu, masak himar sehat , segar pugar  kok dipikul?
Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan potret masyarakat banyak mereka, katanya, "Sesungguhnya tiap tindakan itu  tiada terlepas dari percakapan (komentar) manusia. Maka orang yang berakal  hukum Allah s.w.t.  sebagai pedoman. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam bersikap dan menentukan sesuatu."

                        Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, carilah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu mengenainya, jika dapat menghalaunya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meremehkan orang lain."Menganggap dirinya paling hebat, paling pinter.dst
Sering kita alami dan kita dengar di masyarakat, beberapa contoh:
  1. Ada orang berpakaian doreng, …atau …hijau…hitam dengan rapi di jalan, ada yang komentar ,badanya pendek…atau tinggi… kok pakai gitu, kok begini …….dst.apalgi jika lenganya panjang sebelah……
  2.  Ada syukuran kecil-kecilan, komentar/cemoohan orang beda-beda, uangnya banyak kok pelit, dst.
  3. Ada orang sykuran besar-besaran , juga ada komentar: pemborosan…., paling uang korupsi ……..dst.
  4. Ada  putusan dengan pertimbangan dan dasar hukum yang komplit, komentar orang juga beda-beda, yang menang bilang bagus dan adil, yang kalah bilang, tak adil, hakimnya bodo dst.

HIKMAH
  1. Segala tindakan seseorang tak kan luput dari komentar orang.
  2. Suatu perbuatan atau suatu kebijakan, jika telah ada dasar hukumnya dan telah dipertimbangkan masak-masak, meskipun ada komentar maupun cemoohan, silahkan dilanjutkan. Anjing menggongong kafilah tetap berlalu.
  3. Namun jika ada komentar/kritik dan saran yang lebih bagus, tentu harus dipertimbangkan pula.
Demikian, kurang lebihnya, jika ada yang tak berkenan mohon maaf.