MAFIA BIKIN KAYA kadang BIKIN SENGSARA

Kamis, 20 Januari 2011

AYO PERANGI MAFIA: sadarlah

AYO PERANGI MAFIA: sadarlah

sadarlah

KAPAN  PARA ELIT POLITIK BERHENTI BERPOLEMIK?
KAPAN MIKIR UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT?
SUDAH JELAS GAYUS BERSALAH DAN DI HUKUM 7 TAHUN MASIH BANYAK ELIT POLITIK YANG MEMBELA.KALAU SI ADVOKADNYA WAJIB UNTUK MEMBELANYA, SEBAB SUDAH JADI RAHASIA UMUM ADVOKAD ITU PASTI MEMBELA YANG BAYAR?
MASAK ATAS KEPINTARAN SI SATGAS HUKUM UNTUK YANG SUDAH BERHASIL MEMBUJUK SI GAYUS SEHINGGA JADI TERPIDANA KINI DI HUJAT.
MEMANG MASIH BANYAK YANHG HARUS DI JERAT KRONI GAYUS TERSEBUT.

JANGAN PANTANG MENYERAH SI SATGAS HUKUM BANG DENI DKK.
SELAMAT BERTUGAS.

Rabu, 19 Januari 2011

AYO PERANGI MAFIA: zaman edan

AYO PERANGI MAFIA: zaman edan

zaman edan

Jika mengikuti, ulah tingkah yang disuguhkan mas media, betul2 potret dunia itu lucu, kaku, memalukan, sulit dan jauh dapat dijadikan panutan;
Coba lihat! kasus gayus seakan tidak ada betulnya kerjaan Satgas bagi pihak  kubu Gayus, seperti para advokadnya didukung para politikus yang kontra dengan SBY. Tentu orang awam bingung mana yang betul? apakah satgas Hukum  bentukan Presiden atau Gayus bersama pendukungnya;
Oleh karena itu kata Tuhan SWT: "waqul jaa al Haqqu Wazahaqal bathil innal bathila la kaana zahuqa";
Jangan khawatir, saudara2 ku; becik ketitik, olo ketoro ( yang haq adalah haq dan bathil tetap bathil) sementara batil tersmbunyi nmn suatu ketika akan jelas.

Senin, 17 Januari 2011

AYO PERANGI MAFIA: renungan

AYO PERANGI MAFIA: renungan

renungan

sudahkah kita taat dan  sadar terhadap hukum
susahkah kita taat dan sadar terhadap hukum

Jika kita di dholimi hukum, bangkit dan junjung hukum

jangan sesekali mencari celah hukum untuk mencari  keuntungan sesaat.

Rabu, 12 Januari 2011

AYO PERANGI MAFIA: SEMESTIYA KY.

AYO PERANGI MAFIA: SEMESTIYA KY.

SEMESTIYA KY.

HARUS ADA KOMISI YUDISIAL UNTUK JAKASA DAN POLISI

"Semestinya KY itu tidak hanya mengurusi dan mengawasi para Hakim saja, coba kita sudah kita maklumi bersama, siapakah yang paling nakal? antara Hakim, Polisi dan Jaksa?! akhir-akhirini saja.
Sudah tahu semua...khaan? bagaimana Para KY setelah ditinggal Busrro Muqodas?....dulu terkesan hanya ingin memusuhi para hakim, namun tidak  pernah memonetor sepajk terjang, para Polisi, Jaksa dan Pengacara. dalam mengawasi dunia hukum di negeri ini.

ngopi

Kemajuan Negara Singapura dengan Sistem Demokrasi Semi-otoritarian
REP
Prasiddha Santika
| 12 January 2011 | 15:12
Total Read
22
Total Comment
0
Nihil.
Pada bulan Juni 1991, konsep masyarakat madani diumumkan secara resmi di Singapura oleh George Yeo, yang saat itu menjadi Menteri Penjabat Informasi dan Kebudayaan. Dia berpidato pada masyarakat sipil untuk terlibat secara aktif bukan hanya di dalam politik parlemen atau proses lobby, tetapi dalam menciptakan “jiwa Singapura”, yang ditandai dengan ikatan emosional yang mendalam untuk Singapura. Keinginan Yeo adalah mendesak Singapura untuk meningkatkan kehidupan sipil di Singapura sehingga masyarakat akan memperlakukan negeri ini sebagai rumah, bukan sebagai hotel dimana orang bisa datang dan pergi sesuka mereka. Retorika “rumah” adalah satu hal yang akrab di Singapura, dengan afinitas dekat dengan cita-cita nasional / identitas dan nation building. Pemerintah Singapura memandang merangkul masyarakat sipil adalah penting karena dua alasan utama: Pertama, pemerintah sendiri telah mengeluarkan himbauan untuk partisipasi masyarakat sipil ,dan kedua, kepentingan tertentu di sini, pemerintah menggunakan kata “masyarakat sipil” untuk menghadapi isu-isu yang berkaitan untuk memperkuat kesatuan identitas nasional dan budaya, atau dengan kata lain, menciptakan aura “kebersamaan”. Pada bulan Mei 1998, sebuah konferensi dengan tema ‘masyarakat sipil: Memanfaatkan sinergi negara-masyarakat’ diselenggarakan oleh Institut Studi Kebijakan Singapura, kegiatan sepenuhnya didanai pemerintah dengan melibatkan para think-tank, untuk meninjau kembali masalah civic society dan atau civil society.
Pandangan tentang “Singapore’s Idea”" berubah dari waktu ke waktu, terutama tentang pandangan bahwa ini merupakan isu yang terkait dengan “jiwa Singapura” sebelumnya. Ini adalah istilah yang banyak kaitannya dengan penguatan kebijakan budaya masa lalu dan ada kontrol dan pemeliharaan otoritas, karena mencakup semua masyarakat Singapura, baik negara dan non- negara. Dengan kata lain, visi Pemerintah dari “Singapore’s Idea” menyarankan masyarakat sipil yang berpikiran harmonis menganut prinsip pendiri Singapura yaitu “4MS” (multirasialisme, multilingualisme multikulturalisme, dan multireligiosity), yang banyak digembar-gemborkan di Asia atau menggunakan lima pilar dan 21 visi Singapura, dan semua kebijakan pemerintah atau badan yang terkait dengan pemerintah. Secara signifikan, Pemerintah membuat kerangka konseptual pada setiap sambutan para menterinya yaitu dengan mengatakan pada “masyarakat sipil” dengan menekankan bahwa gagasan melibatkan masyarakat sipil untuk meningkatkan hubungan antara negara dan non-negara. Aspek non-negara paling baik dipahami sebagai wilayah masyarakat sipil. Wacana masyarakat sipil di Singapura, yang menekankan atribut positif dari kesopanan, kebaikan dan ketertiban umum, tidak terang-terangan bermasalah dalam arti politik. Bahkan, dengan penekanan langsung pada tanggung jawab kewarganegaraan, kejujuran, semangat kesukarelaan, dan menghormati perbedaan ras dan agama dan harmoni. Lebih jauh lagi, rencana kontribusi “courtesy” Singapura dipersilahkan untuk sebuah literatur yang luas tentang cara mencapai masyarakat yang halus dan ramah, terutama di kota yang terkenal sarat dengan aturan dan peraturan. Tentu saja, banyak bentuk masyarakat beradab telah menganjurkan sepanjang sejarah, dari Plato Republik untuk Moore Utopia untuk penggambaran Konfusius ‘Great Harmony di mana dia menggambarkan sebuah masyarakat yang ideal. Civic society di Singapura dengan baik digambarkan dan dicontohkan oleh Kampanye Courtesy tahunan yang dimulai pada tahun 1979 oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew, yang tertarik dalam menempa sebuah “cultivated society“. Slogan kampanye pertama, “Make Courtesy Our Way of Life”, mendorong pegawai negeri untuk bersikap sopan kepada publik. Sejak itu, dan dengan setiap slogan baru, kampanye telah menargetkan isu-isu seperti poor neighbourliness (1982), irritable bus and taxi drivers (1992), dan baru-baru ini, inconsiderate mobile phone users (1998, dan sekali lagi pada tahun 2000). Pada tahun 1996, menjabat Perdana Menteri Goh Chok Tong memperkuat upaya Singapura untuk “membudayakan” masyarakat dengan meluncurkan the pilot Singapore Kindness Movement, yang bertujuan untuk mendorong Singapura muda untuk melakukan perbuatan baik setiap hari. Tentu saja ada tidak kekurangan paternalisme atau bimbingan moral dalam lingkup Singapura.

Tags:

AYO PERANGI MAFIA: pinjam tulisan(mafia)

AYO PERANGI MAFIA: pinjam tulisan(mafia)

Selasa, 11 Januari 2011

pinjam tulisan(mafia)


Peradilan Agama Versus Mafia Hukum

Oleh: Hermansyah, SH.I
Pegawai Ditjen Badilag MA Bagian Informasi dan Dokumentasi
Seorang pemuda—kita sebut saja namanya Marwan—berjalan gontai menuju loket. Tak sekalipun dia menunjukkan senyum. Dari saku kemeja yang sudah pudar warnanya dia keluarkan selembar kertas. Isinya: panggilan ikrar talak.
“Ada yang bisa kami bantu, Pak?” Tanya petugas loket.
Marwan lekas-lekas menyodorkan kertas itu. Setelah diberitahu jadwal pengucapan ikrar talaknya, ternyata dia tak segera menyingkir. “Bu, saya mau tanya, apakah biaya perkara saya sampai 1,5 juta?”
“Tidak sampai segitu, Pak,” petugas loket kaget. “Memangnya Bapak memberikan uang itu kepada siapa?”
Marwan lantas bercerita. Dia sedang mengajukan permohonan talak untuk menceraikan istrinya. Untuk keperluan itu, dia dibantu seorang perangkat desa yang salah satu tugasnya adalah mengkoordinasikan kegiatan administrasi nikah, talak, cerai dan rujuk. Perangkat desa itu awalnya minta Rp 1,2 juta. Untuk biaya pendaftaran dan proses sidang, ujarnya. Marwan tidak spontan menyanggupi karena tabungannya tidak mencukupi. Setelah berhutang kepada seseorang, Marwan akhirnya berhasil mengumpulkan duit sebesar yang diminta itu. Belakangan, sang perangkat desa itu minta tambahan ongkos sebesar Rp 300 ribu. Alasannya, untuk mengurus akta cerai.
“Perlu Bapak ketahui,” petugas loket menjelaskan, “kami tidak memungut biaya perkara sebesar itu. Sesuai yang terpampang di papan pengumuman, biaya perkara Bapak mestinya tidak sampai Rp 500 ribu. Jadi, sebaiknya Bapak segera menemui orang yang membantu Bapak tersebut untuk membahas masalah ini.”
***
Peristiwa itu terjadi di sebuah PA di Jawa Timur, September lalu. Saat itu penulis melihat langsung betapa wajah pemuda itu memendam amarah. Mungkin dia menduga pihak PA telah menarik biaya yang tidak wajar. Ternyata dugaannya meleset. Ulah tak terpuji itu justru dilakukan seorang oknum perangkat desa—yang mestinya melindungi dan membantu masyarakat. Barangkali tepat bila dalam konteks ini oknum tersebut dipredikati “makelar kasus”.
Harus kita akui, sebagaimana instansi penegak hukum lainnya, PA tidak benar-benar steril dari orang-orang seperti itu. Banyak orang yang sengaja mengambil keuntungan dari setiap tahap persidangan. Umumnya mereka berdalih menjual jasa. Sebab, kata mereka, orang-orang berperkara akan lebih lancar urusannya bila memakai jasa mereka.
Ketua MA Harifin A Tumpa sendiri menyadari, makelar kasus merajalela di mana-mana. Baik di wilayah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun pengadilan. Sebagaimana dia ungkapkan di KOMPAS (19/11), keberadaan mafia kasus tersebut sangat mengganggu independensi hakim dalam menangani perkara.
Makelar kasus adalah satu bagian kecil dari bagian yang lebih luas, yaitu mafia hukum (judicial corruption). Sebagian kalangan menyebutnya mafia peradilan. Namun istilah ini kurang tepat, lantaran akan timbul kesan bahwa penyelewengan itu hanya terjadi di pengadilan. Seakan-akan yang terlibat hanyalah unsur-unsur pengadilan seperti hakim, panitera, atau jurusita. Padahal, peradilan dan pengadilan adalah dua hal yang berbeda. (Achmad Cholil: 2008)
Secara teoretis, judicial corruption adalah pebuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif, dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan wewenang, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses penegakan hukum sehingga menyebabkan rusaknya sistem hukum dan tidak terpenuhinya rasa keadilan. Yang dimaksudkan aktor tertentu di sini adalah aparat penegak hukum dan masyarakat pencari keadilan. Demikian definisi yang diberikan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KP2KKN)—sebuah lembaga yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Denny Indrayana (2005), dengan bahasa yang lugas menyatakan, judicial corruption adalah upaya mengomoditaskan hukum menjadi barang dagangan murahan yang bisa dihargai dengan segepok uang sogokan.
Di pengadilan, praktik mafia hukum bisa melibatkan ketua pengadilan hingga pagawai rendahan. Mereka mengadakan kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan pencari keadilan, advokat, atau pihak lainnya. Lazimnya, pencari keadilan berharap perkaranya bisa diselesaikan secara cepat dan putusan hakim menguntungkan dirinya. Untuk itu, mereka rela membayar lebih dari biaya yang sudah ditentukan. Sebaliknya, aparat pengadilan mau melakukan tindakan yang menyalahi peraturan perundang-undangan demi mendapat “uang ceperan”.
Praktik jual-beli perkara ini sejatinya bisa dicegah. Caranya ialah dengan meminimalkan interaksi langsung antara aparat peradilan dengan pencari keadilan. MA melalui Pedoman Perilaku Hakim, misalnya, melarang hakim berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan. Tentu ada perkecualiannya, yaitu bila dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, serta tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.
Namun itu tidak cukup. Sebab, mafia hukum biasanya juga melibatkan pegawai pengadilan, dari proses pendaftaran, pemeriksaan, putusan hingga eksekusi. Karena itu, Ketua MA melalui SK 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan, berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan transparansi. Pengadilan tak ubahnya akuarium yang gerak-gerik penghuninya bisa dipantau dengan jelas.
Kini hampir seluruh PA telah mengimplementasikan SK Ketua MA tersebut. Jalur yang dipakai ada dua: jalur nyata dan jalur maya. Di gedung PA, masyarakat pencari keadilan dengan gampang bisa melihat pengumuman mengenai prosedur berperkara, jumlah biaya perkara, dan jadwal sidang. Jika mau menengok website, masyarakat malah bisa mendapatkan informasi lebih, misalnya putusan, panggilan pihak-pihak yang tidak diketahui alamatnya, bahkan kondisi keuangan PA.
Upaya memberantas mafia hukum di PA itu bukan tanpa hasil. Terbukti, praktik kotor tersebut jarang terjadi dan aktornya pun sangat sedikit. Setidaknya, itulah yang bisa disimpulkan dari hasil pengawasan internal yang dilakukan MA maupun hasil pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Sangat sedikit aparat PA yang diadukan dan terkena sanksi, baik ringan maupun berat. Survey-survey tentang kepuasan masyarakat terhadap pelayanan PA juga menunjukkan bahwa kinerja aparat PA memang bagus.
Tentu kita tidak boleh jumawa. Kondisi ini tak cuma perlu dipelihara, tapi juga mesti ditingkatkan. Upaya pemberantasan mafia hukum perlu disokong penuh oleh seluruh unsur PA. Apalagi, jika menilik fakta bahwa PA adalah tempat menyelesaikan masalah bagi orang Islam. Jelas, Islam sangat melarang praktik mafia hukum. Bahkan jauh sebelum UU tentang Pemberantasan Korupsi disahkan, Nabi Muhammad SAW telah menyatakan bahwa satu-satunya hunian yang layak bagi penyuap dan penerima suap adalah neraka.
Memerangi mafia hukum tentu bukan pekerjaan gampang. Namun dengan kegigihan, kejujuran dan keteladanan, upaya itu akan menuai hasil positif. Prinsip peradilan sederhana, cepat, dan biaya murah pun akan terejawantahkan.
Dan jika ada aparat PA yang tergiur untuk menjadi aktor mafia hukum, bukan saja masyarakat akan memberi cap jelek. Lebih dari itu, mungkin saja kelak orang-orang seperti Marwan akan melabrak aparat PA dan berteriak, “Kembalikan uang saya!  Saya sedang dikejar-kejar debt collector!” Wah, kalau begini, urusannya bisa panjang nih….




AYO PERANGI MAFIA: jangn bosan perangi mafia

AYO PERANGI MAFIA: jangn bosan perangi mafia

jangn bosan perangi mafia

Kiranya dunia Peradilan, dah mulai membaik, namun sebelum perkara masuk di Pengadilan, banyak pos yang harus dilalui sperti; polisi, advokad, jaksa, sudahkah itu membaik. itu tugas kkta semua, jangan hanya menyalahkan Pengadilan/ hakim. sebagaimana kita maklumi perkara Gayus, UTG. Ayin dll. siapakah yang terjerat?..................

Semoga Negari Hukum kita, tidak hanya sekedar nama saja.
Heboh Gayus yang pelesiran ke Macau, Singapura dan Malaysia, akan lebih heboh lagi dengan harga paspornya. Harganya US$ 100.000.
1294770840362540361
tempointeraktif.com
Kalau dihitung dengan kurs Rp 9.100/dolar AS maka harga paspor Gayus sebesar Rp 910 juta. Padahal kalau dengan cara normal untuk pembuatan paspor menghabiskan tak lebih dari Rp 400.000.
“Gayus sendiri telah mengeluarkan sejumlah uang untuk membuat paspor ini, dengan imbalan uang 100.000 USD,” kata Juru Bicara Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam dalam jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Selasa 11 Januari 2011 (tempointeraktif.com).
Penyidik Bareskrim Polri berhasil menangkap salah seorang sindikat pemalsu paspor Gayus Tambunan atas nama Sony Laksono di wilayah Jakarta Selatan, pada Minggu (9/1) dini hari.
Pelaku berinisial A, laki-laki, 37 tahun, dibekuk di rumahnya di wilayah Jakarta Selatan tanpa perlawanan. Seusai diperiksa, pelaku ditetapkan menjadi tersangka pemalsuan paspor dan ditahan di Bareskrim Polri (tribunnews.com).
Kepala Bagian Penerangan Umum, Kombes Boy Rafli Amar menambahkan, tersangka A berperan sebagai pengambil foto Sony Laksono yang berkacamata dan mengenakan wig yang ditempel pada sebuah paspor asli.
1294335206123062763
Sony Laksono (kiri) dan Gayus saat menonton tenis di Bali. Tribunnews.com
Menurut Boy, paspor tersebut dibuat Juli 2010. Atas perbuatannya, A dapat dijerat Pasal 266 jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang Pemalsuan dan Keikutsertaan dalam Pemalsuan.
Mengenai pihak yang diduga memberi dana kepada Gayus, pihak kepolisian, kata Boy, masih menyelidiki pihak tersebut. “Kami belum tahu. Gayus dalam konteks ini belum diperiksa,” katanya. Adapun barang bukti berupa paspor atas nama Sony Laksono tersebut dalam pencarian. “Belum, sedang dicari,” ujar Boy.
–12012011–
Tulisan yang lain (Januari 2011):
1Hentikan, Pelecehan Simbol Perempuan!
2. Tubuh Perempuan, Ajang Perang Ideologi
Tulisan Teman:
@Della Anna     Dampak Parliamentary Threshold Bagi Demokrasi
@Ragile    Curhat Juragan Facebook

Tags: hl, 2011, gayus, agus haris purnama al