MAFIA BIKIN KAYA kadang BIKIN SENGSARA

Minggu, 04 Maret 2012

gsbi

Korupsi yang telah merugikan trilliunan uang rakyat harus segera dihentikan. Korupsi telah merampas hak seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan kesejahteraan. Ratusan trlliun uang yang telah dikorupsi selama SBY berkuasa akan sangat bermanfaat jika digunakan untuk memberikan subsidi kepada kaum buruh, membuka lapangan pekerjaan, subsidi pendidikan dan kesehatan yang riil hingga saat ini masih sangat sulit didapatkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) berpandangan bahwa selain tidak mampu menangani krisis serta menghentikan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pemerintah SBY-Budiono juga terbukti gagal dalam memberantas korupsi di Indonesia, hampir seluruh janji-janji manis ketika berkampaya tidak terbukti sama sekali, orang-orang yang pernah bersuara lantang KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI saat ini justru menjadi aktor dan para pelaku tindak pidana korupsi, pandangan GSBI soal kegagalan SBY dalam memberantas Korupsi ini berdasarkan pada penilaian dan study yang di lakukan oleh GSBI serta fakta-fakta yang ada selama 7 tahun SBY menjabat sebagai presiden RI.

Segala macam janji dan komitmen SBY untuk memerangi korupsi dalam setiap pidatonya hanya merupakan kebohongan semata. Janji SBY berdiri paling depan dalam usaha pemberantasan korupsi telah bergeser menjadi yang terdepan dalam memimpin korupsi dan melindungi para koruptor. Faktanya, banyak kader partai Demokrat yang saat ini sedang diproses atas tuduhan korupsi dan melalui anggota mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mereka ramai-ramai berteriak untuk membubarkan KPK dan mengajukan remisi bagi para terpidana kasus korupsi. Hal ini telah cukup membuktikan bahwa pemerintahan dibawah rejim SBY-Boediono adalah pemerintahan yang korup.

Berdasarkan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), selama tujuh tahun kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak kurang dari Rp. 103 trilliun uang negara yang telah disalahgunakan atau dikorupsi. Dari jumlah angka ini, 305 kasus korupsi senilai Rp. 33,6 trilliun oleh BPK diserahkan kepada aparat penegak hukum dan baru 139 kasus ditindaklanjuti. Artinya, masih terlalu banyak kasus-kasus korupsi yang belum sama sekali tersentuh dan memberikan kerugian kepada negara dan tentunya kerugian bagi rakyat Indonesia.

Dari laporan tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada peningkatan jumlah perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2009 ke 2010. Kementerian/lembaga adalah penyumbang paling tinggi dalam kasus ini, termasuk perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). 

Hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011 yang dilakukan oleh KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) di temukan bahwa ada tiga kementerian, yaitu Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), serta Kementerian Koperasi dan UKM, menjadi lembaga dengan tingkat kerawanan korupsi tertinggi. Secara berturut-turut ketiga kementerian tersebut meraih nilai indeks integritas 5,37; 5,44; dan 5,52. Ironisnya ketiga kementerian tersebut dipimpin langsung oleh elit politik partai kualisi SBY. 

Kasus korupsi yang terjadi di Kemenakertrans semakin membuktikan bahwa korupsi dan proses suap-menyuap telah menjadi bagian yang melekat dalam jajaran birokrasi di tanah air. Kemenakertrans adalah lembaga yang mengurusi hajat hidup dan kepentingan kaum buruh di seluruh Indonesia, ketika lembaga ini telah terhinggap korupsi maka rakyat Indonesia tentu bisa menyimpulkan keberpihakan lembaga ini. Lembaga ini tidak akan pernah membela kepentingan kaum buruh, karena dengan upah yang rendah, buruh tidak akan sanggup memberikan suap kepada birokrat dikantor Kemenakertrans. Sebaliknya, pengusaha-pengusaha komprador yang memiliki modal besar akan dengan mudah memesan kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan usaha mereka melalui jalur suap ataupun gratifikasi 

Rudi HB Daman (Ketua Umum DPP GSBI) menyatakan bahwa meningkatnya kasus-kasus korupsi di Indonesia menandakan bahwa pemerintah SBY sejatinya tidak memiliki integritas dan keseriusan dalam memberantas korupsi, hampir semua kasus-kasus krupsi yang sempat mencuat dan terpampang di public tidak mampu di bongkar sampai ke akar-akarnya, kalaupun ada yang sampai di vonis penjara (kurungan) ataupun denda itu hanya orang-orang yang posisinya sebagai korban, bukan sebagai aktor utamanya, itupun hukumannya juga tidak setimpal dengan kerugian negara.

Rudi juga menegaskan bahwa korupsi adalah  merupakan salah satu bentuk perampasan uang rakyat, karena uang yang di korupsi itu adalah merupakan uang rakyat dan sumbernya dari raykat. Oleh sebab itu maka siapapun pejabat birokrasi yang terbukti korup harus di berikan hukuman yang seberat-beratnya agar dapat menjadi peringatan bagi siapapun yang akan melakukan korupsi. Jika tidak maka korupsi tidak akan dapat di hentikan bahkan berpotensi akan semakin besar. 

Menurut Rudi kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini telah menjadi satu masalah akut yang tumbuh subur diseluruh jajaran birokrasi mulai dari level yang paling rendah hingga level tertinggi. Korupsi telah terjadi mulai dari pejabat di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional tentunya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa ketika masyarakat harus berurusan dengan birokrasi dilevel apapun, kelancaran dan kemudahan urusan tersebut hanya akan didapatkan setelah melakukan suap kepada pejabat yang terkait. Jadi Birokrasi Yang Korup adalah Musuh Rakyat Indonesia.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta mengeluarkan Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan tetapi pada kenyataannya sama sekali tidak dapat mengurangi apalagi menghentikan korupsi di seluruh jajaran birokrasi pemerintahan, hal ini di sebabkan karena pemerintah SBY tidak menjalankan undang-undang tersebut dengan konsekwen, seperti halnya dengan nasib Undang-undang yang lain. Intinya pemerintah SBY hanya bisa mengeluarkan peraturan dan perundang-undangan,  tetapi tidak pernah serius dalam menjalankannya. Tegas Rudi HB Daman. (Marchell/Imam)##

berita ini dimuat di: http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13984:gsbi-menuntut-sby-segera-hentikan-perampokan-uang-rakyat&catid=123:nasional&Itemid=197

isra' mi'raj

" Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."

Bila kita membaca sejarah Islam, setidaknya ada tiga peristiwa penting yang melatarbelakangi peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Saw..

Pertama, peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw. sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw. dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim.

Kedua, peristiwa wafatnya paman beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah N! abi Saw. sebab Abu Thalib adalah salah satu paman beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya," Demi Allah mereka tidak akan bisa mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah." Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi leluasa untuk menyakitinya sebagaimana digambarkan dalam awal tulisan ini.

Ketiga, peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw. bukan hanya seorang istri yang paling dicintai dan mencintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan N! abi Saw..

Tiga peristiwa yang terjadi secara berurutan itu sangat berpengaruh pada perasaan Rasulullah Saw. ia sedikit sedih dan gundah gulana. Ia merasakan beban dakwah yang ditanggungnya semakin berat. Oleh karena itu para sejarawan menamai tahun ini dengan ámul hujn (tahun kesedihan).

Dalam kondisi seperti itulah kemudian Allah Swt. mengundang Nabi Saw. melalui peristiwa isra dan mi'raj. Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi'raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra' ia melihat negeri yang diberkahi Allah Swt. dikarenakan di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi'raj ia melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, ! supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). "Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (Q.S An-Najm : 13-18).

Isra' dan mi'raj merupakan pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad Saw.. Puncaknya terjadi di Sidratul Muntaha. Muhammad Asad menafsirkan Sidratul Muntaha dengan lote-tree farthest limit (pohon lotus yang batasnya paling jauh). Pohon Lotus dalam tradisi Mesir kuno merupakan simbol kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagiaan. Dengan demikian secara simbolik Sidratul Muntaha dapat diartikan se! bagai puncak kebahagiaan dan kebijaksanaan.

Kebahagiaan yang dibarengi dengan kebijaksanaan inilah yang kemudian membedakan pengalaman keagamaan Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul dengan kaum sufi sebagai manusia biasa. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna Abdul Quddus, seorang sufi Islam besar dari Ganggah, menyatakan,"Muhammad telah naik ke langit yang tinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."

Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan 'arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran ruhani baru pada dirinya berupa kebijaks! anaan (wisdom), ketentraman dan kebahagiaan.

Pada saat itu Nabi Saw. sudah mampu membedakan posisi Tuhan dan alam (manusia). Tuhan adalah sumber kebahagiaan, sementara alam sumber kesusahan dan kesengsaraan. Oleh karena itu menggantungkan semua harapan dan keinginan kepada-Nya akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki. Sebaliknya menggangtungkan semua harapan dan keinginan kepada alam akan mendatangkan kesengsaraan.

Kebahagian bertemu dan berdialog dengan Dzat yang dicintai dan mencintainya di Sidratul Muntaha tidak menyebabkan Nabi Saw. lupa akan tugas pokonya menebarkan rahmat Allah Swt. melalui dakwahnya. Hal tersebut dikarenakan, kebahagiaannya tersebut telah dibarengi dengan kebijaksanaan sehingga ia mampu membedakan persoalan pokok dengan cabang, prinsip dengan taktik, esensi dengan aksidensi serta alat dengan tujuan. Nabi Saw. sangat sadar bahwa kebahagian yang diperolehnya dalam Isra' dan Mi'raj bukan esensi dan tujuan utama Allah Swt. tetapi itu semua han! ya alat untuk mempersiapkan kondisi jiwanya supaya bisa melaksanakan tugas yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, ia meninggalkan kebahagiaan langit yang sedang dinikmatinya itu, kemudian turun ke bumi untuk berjibaku dengan realitas sosial yang penuh dengan tantangan dan penderitaan. Dengan demikian peristiwa isra' mi'raj Nabi Saw. tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.

Disinilah letak perbedaan pengalaman keagamaan rasul dengan seorang sufi, terutama sufi falsafi. Pengalaman keagamaan rasul berdimensi individual dan sosial sedangkan pengalaman keagamaan sufi (mistik) lebih banyak berdimensi individual. Ketika seorang sufi mengalami fana, kondisi kejiwaannya hampir sama dengan kondisi kejiwaan Nabi Saw. ketika diisra' dan dimi'rajkan. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dirinya merasa menyatu dengan Allah Swt.. Ia hanyut dan mabuk dalam pelukan keindahan-Nya.

Pengalaman keagamaan seperti itu telah menyebab! kan seorang sufi lupa akan diri dan lingkungannya. Kesadarannya bahwa ia bagian dari alam menjadi hilang. Ia menjadi tidak peduli lagi terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Ia hanya asyik ma'syuk dengan perasaannya sendiri dan terus menyendiri dengan dzikir-dzikirnya. Akibatnya, walaupun ia berdzikir ribuan kali dan mendatangkan ketenangan jiwa, namun semua itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Semakin lama ia berdzikir semakin dalam masuk pada kesadaran dunia mistik. Semakin masuk ke dalam kesadaran dunia mistik, semakin jauh dari realitas kehidupan. Penomena seperti ini dapat menjelaskan perilaku sebagian sufi yang senang mengasingkan diri dari dunia nyata.

Bagaimana dengan Kita ?
Ketika Muhammad Saw. mendapat tantangan berat dalam dakwahnya, ia diundang Allah Swt. melalui peristiwa Isra' dan Mi'raj. Melalui peristiwa ini Allah Swt. mengobati luka hatinya, menghilangkan kesedihannya dan menghibur duka laranya. Akibatnya jiwanya menjadi fresh (segar) dan bahagia kembali. Dalam kondisi jiwa seperti ini kemudian ia kembali ke bumi malanjutkan tugas dakwahnya yaitu menebarkan rahmat Allah Swt. di muka bumi ini. Disinilah, seperti disebutkan di atas, Isra' Mi'raj tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.

Ada pertanyaan, bagaimana bila yang mendapatkan hambatan dakwah itu kita? Bagaimana bila yang mendapat kesusahan dan penderitaan itu kita? Apakah bagi kita masih ada peluang diisra'kan dan dimi'rajkan seperti nabi Muhammad Saw? Jawabannya, tentu tidak mungkin. Lantas apa yang mesti dilakukan bila semua itu terjadi pada kita?
Shalat! Inila! h jawaban yang diberikan oleh Nabi Saw.

Isra dan mi'raj adalah salah satu mu'jizat Nabi Muhammad Saw.. Artinya itu hanya diberikan kepadanya tidak mungkin diberikan kepada manusia biasa. Namun demikian, berdasarkan petunjuknya ada amalan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki fungsi sama dengan Mi'raj yaitu ibadah shalat. "Shalat itu mi'rajnya orang yang beriman (ash-shalatu mi'rajul mu'minín)" sabdanya.

Shalat secara bahasa berarti do'a. Doa pada hakikatnya merupakan bentuk dialog antara manusia dengan Allah Swt.. Ketika seseorang shalat, hakekatnya ia sedang bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi'raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt..

Shalat yang benar mesti menghasilkan buah yang sama dengan buah Isra' mi'raj yaitu kesadaran individual dan sosial.

Tujuan utama shalat menurut Al Quran adalah untuk berdzikir (mengingat) kepada Allah Swt (Q.S Thaha : 14). Dzikir atau shalat. bila ! dilakukan dengan khusyu' akan mendatangkan ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup (Q.S Ar-Ra'du :28; Al Mu'minun : 1-2). Namun demikian, keberhasilan shalat seseorang tidak hanya diukur dari ketenangan dan ketentraman jiwa saja, tetapi mesti dilihat pula pada atsar (bekas) perilaku sosialnya. Menurut Al Quran, shalat yang benar mesti dapat menumbuhkan berbagai macam kebajikan seperti tumbuhnya kesadaran berinfak dan berzakat, kemampuan menghidarkan diri dari perilaku yang sia-sia, kemampuan memelihara diri dari perbuatan zina dan kemampuan memelihara amanat baik dari Allah Swt. ataupun sesama manusia ( Al Mu'minun : 3-8).

Disamping itu, shalat yang benar mesti dapat mengobati sifat kikir dan keluh kesah serta mencegah perbuatan keji dan munkar (Q.S Al Ma'arij : 19-25 ; Al Ankabut: 45). Rasulallah Saw. menyatakan bahwa shalat yang tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar tidak akan menambah apa-apa bagi mushalli (orang yang shalat) kecuali hanya semakin menjauhkan diriny! a dari Allah Swt (H.R.Ahmad).

Shalat yang memiliki dimensi individual dan sosial adalah shalat yang dilakukan dengan khusyu' dan dáim (kontinu). Menurut Imam Al Ghazali, shalat khusyu' adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Yaitu memahami apa yang diucapkan dalam shalat sehingga melahirkan perasaan ta'zhim (hormat), khauf (takut), harap (raja) dan haya (malu) terhadap Allah Swt.. Kesadaran ini disamping akan mendatangkan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman jiwa, juga akan mampu memotivasi mushalli untuk merealisasikan seluruh janji yang diucapkannya di dalam shalat ke dalam kehidupan sehari-hari. Wallah a'lam bi ash-shawwab