MAFIA BIKIN KAYA kadang BIKIN SENGSARA

Senin, 20 September 2010

HUKUMAN KOROPSI=KOROPSI


. Hukuman Pencurian
Dalam     ajaran      Islam     harta      milik    sangat dilindungi karena
merupakan bahan pokok untuk hidup. Hak milik individu harus dilindungi agar pemiliknya merasa aman. Demikian juga tidak dihalalkan seseorang merampas hak milik orang lain dengan dalil apapun. Islam  telah jelas mengharamkan mencuri, mengghasab, mencopet, korupsi, riba, menipu, suap dan sebaginya.
                 Dalam Islam perbuatan mencuri, sanksi hukumannya sangat berat, yaitu dipotong tangan atas perbuatannya. Tangan yang mencuri ibarat tangan yang sakit kronis  tak bisa diobati , maka harus diamputasi atau di potong supaya tidak menular anggota yang lain dan menular orang lain. Pengorbanan salah satu organ tubuh bertujuan menjaga keselamatan jiwa, hal ini sekiranya dapat diterima oleh akal sehat  dan harta orang lain dapat terlindunginya.
Dalam kaitan ini dicantumkan Al-Qur'an Surat Almaidah ayat 38 sebagai berikut:
 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(38) 
Artinya:
"Pria yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah kedua tangannya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Alla. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
d. Minuman Keras
Ada dua macam perbuatan yang saling erat ikut-mengikuti, yaitu minum minuman keras dan berjudi. Dari zaman jahiliyah hingga kini masih semarak dilakukan oleh manusia dari berbagai kalangan. Dua hal itu sudah nyata dampak negatifnya bagi kehidupan umat yang masih mencintai kemajuan segala bidang. Sudah terlalu banyak contoh kemadlaratan yang berakibat dari dua hal itu. Maka Islam melarangnya sperti dalam Alqur'an surat Albaqarah ayat 218 sebagai berikut:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ
 نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُون
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.
Mengenai sanksi pidananya rasulullah SAW. Bersabda dalam Alhadis yang perowinya Muslim terjemahnya sebagai berikut:
Rasulullah telah menghukum dengan empat puluh pukulan,A bubakar juga emapat puluh kali puklulan dan Umar menghukum dengan delapan puluh pukulan. Hukuman ini (empat puluh kali) adalah yang lebih disukai.
Dengan demikian itulah suatu kontributor bahan hukum yang  paling afdlal, bagi Negara yang berpenduduk mayoritas muslim, maka para pihak yang terkait dan yang berwenang sudilah kiranya untuk membuat hukum nasional, dan hal tersebut  sebagai bahan pertimbanagn dan masukan yang berharga. Tentu saja yang utama lembaga yang berwenang membuat hukum nasional adalah Legislatif bersama Eksekutif, dan Pengadilan lewat yurisprodensinya.
Suatu hal yang harus dihayati oleh masyarakat Indonesia yang berpenduk mayoritas beragama islam, kebenaran ajaran Islam itu adalah hakiki, sedangkan kebenaran yang disandarkan dari ratio belaka bersifat nisbi. Oleh karena itu berbahagialah sebagai anak bangsa,  apabila atas nama bangsa yang berdasarkan Pancasila dan berpenduduk prularitas agamanya, tetapi banyak materi hukum yang dipakai bersumber dari nilai hukum islam. 
Tindakan yang dikenai sanksi hukuman Hadd, sebagaimana disebut di atas dengan sebutan Jaraaimul Huduud  yaitu:
a.        Meminum      khamer    (minuman    keras)    dan     berjudi
ancaman pidana minuman keras, termasuk didalamnya berjudi dan narkoba, dalam pidana Islam di cambuk 40 kali, ini kiranya dapat pula dimasukkan KUHP baru, mengingat sudah merajalela dan merusak moral generasi penerus bangsa
b.        Melakukan perzinaan
Ancaman pidana bagi pelaku zina, Muhshon (sudah bersuami istri melakukan zina) dalam  pidana islam di rajam sampai mati, dan tak peduli dilakukan suka sama suka atau tidak, Sedang Ghairu muhshan ( bujangan melakukan zina), hukuman di dera 100 kali dan terus di buang ke Luar negeri). Kiranya hukuman semacam ini perlu diambil rohnya saja dalam artian tidak persis seperti itu, namun setara dengan itu dan sekiranya dapat menjerakan kepada para pelaku dan calon pelaku.
c.        Qadzaf
Pengertian Qodzaf: yaitu menuduh zina, hukumannya 80 dera. Syarat-syaratnya :
1. Qadif (penuduh); Berakal, dewasa, tanpa dipaksa;
2. Maqduf (yang dituduh): berakal, dewasa islam merdeka,
    belum pernah zina dan menjauhi zina;
2.Maqduf bih  ( suatu kalimat yang dipergunakan untuk menuduh
zina). Misalnya hai pelacur, hai pezina, dan atu dengan  sindiran.
Had qadaf bisa gugur apabila, si penuduh dapat mendatangkan 4 orang saksi yang langsung melihatnya.
d.        Melakukan Pencurian
Ancaman pidana pencurian, termasuk korupsi karena pada hakekatnya koruptor juga pencuri, dalam pidana islam dipotong tangan kanan, jika mencuri lagi potong kaki kiri, jika mencuri lagi tangan kiri, dan jika masih mencuri lagi potong kaki kiri, hal ini kiranya dapat dijalankan atau dapat dimasukkan dalam KUHP baru. Dalam Islam persyaratan hukuman tersebut: 1. Pelaku cakap hukum, 2. barangnya ada 1 nishab ¼ dinar = 41/2 gram emas , 3. barang pada tempat yang layak.
e.        Hirabah
Pengertian hirabah, yakni gerombolan pengacau keamananan yang bersenjata di daerah Islam. Hukumannya dibunuh dan disalip serta dipotong tangan dan kakinya.Hal ini syaratnya 1. pelaku cakap bertindak hukum, 2. Pelaku membawa senjata, 3. pelaku pada lokasi jauh dari keramaian, 4. Secara terang-terangan.
Dalam Kitab Ta'zir, yang tulis oleh Dr. Abdullah Aziz Amir, halaman 31, tidak ada istilah Hirabah, tetapi  yang ada istilah  Baghyu jamaknya Bughat: yakni golongan yang keluar dari jamaah  atau melawan pemimpin  jamaah atau pemerintah yang sah. Kiranya yang termasuk kategori sub ini seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), PM (Papua Merdeka), dan tindakan sparatis yang lainnya yang mengancam dan melawan negara dan pemerintahan yang sah.
f.         Riddah
Pengertian riddah adalah keluar dari agama Islam, dalam Islam ancaman pidana riddah adalah di bunuh. Dalam sub ini rasanya terlalu berat untuk dikontribusikan dalam system hukum nasional yang berdasar Pancasila.
g.        Homoseks
Dalam hal ini ancaman hukumannya ada 3 pendapat:1. Dibunuh meskipun bujangan. 2. Dipersamakan Zina, 3. di takzir. Materi ini kiranya tak bisa dimasukkan kepada hukum nasional karena  sulit penerapannya.
h.        Lesbian
Dalam pidana Islam sanksi pidananya dita'zir, karena perbuatan tersebut haram, tidak etis, bertentangan dengan norma agama dan susila.
i.         Onani
Perbuatan semacam ini para ahli fikih berbeda pendapat, ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, ada yang memubahkannya. Oleh karena itu sanksi pidanya semacam ta'zir ringan. (Terjemah fikih sunnah jlid 9, h. 137)
Tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau anggota badan, menderita berupa luka, patah organ tubuh, sebagaimana tersebut di atas dengan sebutan (jaraimul Qishaas) ada dua macam yaitu :
a.        Qishas jiwa
 Dalam ajaran Islam, Allah telah mengatur tentang  qishas dengan menghukum mati bagi pelaku pembunuhan sengaja berencana, untuk balasan dan peringatan bagi masyarakat yang lainnya, agar supaya turut menjaga ketertiban umum dan menjaga stabilitas keamanan, sebagaimana diatur dalam Alqur'an Surat Albaqarah ayat 178. Dalam hukum pidana Islam dari segi jenisnya pembunuhan ada tiga macam, yaitu : 1).pembunuhan sengaja, 2).Pembunuhan mirip sengaja, 3). pembunuhan salah.
Melakukan pembunuhan sengaja hukumannya adalah pidana  mati, apabila wali si terbunuh tidak memaafkannya, meskipun memafkanya si pembunuh masih ada hukuman diat berat. Sedangkan  pembunuhan mirip sengaja hukumanya diyat yang diberatkan, yakni 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi dan  2000 ekor kambing bagi pemilik kambing. Sedangkan  pembunuhan salah yakni pembunuh sama sekali tak berniat membunuh tetapi akibat dari ulahnya, maka dia dikenai hukuman diat ringan. Kemudian diat denda  itu untuk siapa? Tentu saja untuk wali si terbunuh, bukan untuk pemerintah, namun jika wali sudah tiada lagi tentu bagi negara untuk kepentingan umum.
b.        Qishas non jiwa (anggota tubuh)
Dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 45 telah mengatur qisha non jiwa  sebagai berikut:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ
 وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ
 فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ:45
Artinya: "Dan kami (Allah) telah tetapkan kepada mereka di dalamnya (Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisasnya), maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim" (Almaidah ayat 45)
Dari kandungan ayat tersebut cukuplah jelas, namun demikian jika kandungan ayat itu diterapkan di Indonesia kiranya cukup sulit. Hal ini kiranya tergantung para pihak yang berwenang dalam merumuskan peraturan perundang-undangan.

MAUKU

INDONESIA ITU KAYA RAYA
MELEBIHI MALAYSIA
NAMUN PARA PEMEGANG AMANAT KEKUASAAN
TAK SEPANDAI MEMENEJ KEAKAYAAN INDONESIA
KOROPSI MASIH TERASA DIMANA MANA
MAKANYA BANYAK RAKYAT KITA
JADI BABU MALAYSIA
OH INDONESIA....
RAKYATMU SANGAT MENCINTAINYA
PARA MENEJER NEGARA TAK MENGHARGAI PARA CERDIK PANDAI YANG BAIK HATI
AKHIRNYA TAK KRASAN DI NEGERI SEPERTI PAK HABIBI
MAKANYA INDONESIA TETAP MAJU BERJALAN KAKI

MAKNA HALAL BI HALAL


Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.
Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).
Budaya sungkem
Dalam budaya Jawa, seseorang “sungkem” kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru menunjukkan perilaku utama. Tujuan sungkem, pertama, adalah sebagai lambang penghormatan, dan kedua, sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura”. Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.
Para ulama di Jawa tampaknya ingin benar mewujudkan tujuan puasa Ramadan. Selain untuk meningkatkan iman dan takwa, juga mengharapkan agar dosa-dosanya di waktu yang lampau diampuni oleh Allah SWT. Seseorang yang merasa berdosa kepada Allah SWT bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya. Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orangorang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?
Nah, di sinilah para ulama mempunyai ide, bahwa di hari Lebaran itu antara seorang dengan yang lain perlu saling memaafkan kesalahan masingmasing, yang kemudian dilaksanakan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal. Jadi, disebut hari Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).
Dari uraian di muka dapat dimengerti, bahwa tradisi Lebaran berikut halal bihalal merupakan perpaduan antara unsur budaya Jawa dan budaya Islam.
Sejarah halal bihalal
Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.
Sampai pada tahap ini halal bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.
Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.
Makna Idul Fitri
Ada tiga pengertian tentang Idul Fitri. Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya, dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, Maka memasuki hari Lebaran mereka telah menjadi suci lahir dan batin.
Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah, atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang takwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.
Ada pula yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada keadaan di mana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa. Di kalangan ahli bahasa Arab, pengertian ketiga itu dianggap yang paling tepat.
Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara. Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim. Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan representasi dari kaum yang sengsara.
Oleh karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, dan pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Aturan ini dimaksudkan, agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri jangan ada orang-orang miskin yang sedih, atau sampai menangis, karena tidak ada yang dimakan.
Agama Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada delapan asnaf (kelompok), di antaranya adalah kaum fakir miskin.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa Idul Fitri merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir batin, memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis

GANYANG MAFIA

mafia ada di mana-mana, mari kita mulai dari pribadi, sadar hukum, ke keluarga, tetangga dan seluruh masyarakat dunia.

 Semoga ada yang simpati. Ok